Umbrella (Chapt. 13 – A Beginning)

Setiap orang memiliki awalan yang berbeda untuk meraih mimpi. Entah itu waktu, situasi dan kondisi yang beragam. Tak mungkin semua sama.

Mungkin ada yang memulai di waktu yang sedikit terlambat, ada pula yang memulai terlalu cepat.

Ada juga yang berlari dari sebuah rasa sakit dan ada pula yang di pertemukan dengan sebuah kebetulan.

Semuanya memiliki awalan yang berbeda. Namun satu yang pasti, mereka miliki tujuan yang sama. Mewujudkan apa yang mereka sebut mimpi dan mengubahnya menjadi sebuah kenyataan.

.

.

appa!!! Eomma!!! Lihat!!! Aku membawa harta karunku!!!” teriakan nyaring menggema di dalam ruangan di rumah megah itu.

Ryeowook melangkahkan kakinya ragu. Ia menatap sekitar raungan tersebut, tampak semua penghuni rumah sudah berkumpul di meja makan. Seorang wanita cantik dengan rambut sebahu, yang ia perkirakan usianya sekitar empat puluhan tahun sedang menghidangkan beberapa menu di atas meja. Sedangkan seorang lagi, seorang pria paruh baya…

Dia…

Sepasang manik anak itu membulat sempurna, ia terpaku dengan mulut menganga.

“Tu-”

“jadi ini seorang teman yang kau ceritakan Kyu,” sambar pria paruh baya itu sambil lekat menatap Ryeowook memotong kalimat dari mulutnya yang siap meluncur, pria paruh baya tersebut menatap pria mungil harta karun yang putra kecilnya perjuangkan hingga mengorbankan tabungannya selama beberapa tahun.

Ne appa!! Jika nanti sudah siap, akan ku tunjukan seberapa bagus suaranya pada appa!” ucap Kyuhyun penuh semangat. Ia menarik kursi meja makan, untuknya dan tentu saja untuk Kim Ryeowook.

Sementara Ryeowook masih terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi dan mengapa ayahnya Kyuhyun berbicara seolah ini pertemuan pertama mereka? Padahal sebelumnya mereka sudah pernah bertemu dan bahkan mengobrol hingga akhirnya ia mengambil keputusan besar dalam hidupnya.

“Ryeowook-goon duduklah, kita sarapan bersama,” pinta seseorang yang Ryeowook definisikan sebagai ibu Kyuhyun.

Ryeowook tersenyum kikuk dengan tatapan yang terus ia lemparkan pada ketiga orang tersebut.

Tuan Cho beberapa kali mengangkat alisnya, entah apa maksudnya namun ia yakini sebagai intruksi untuknya tetap diam dan mengikuti permainan perannya. Pura-pura tidak saling mengenal.

Sementara Kyuhyun menepuk-nepuk kursi di sampingnya, meminta Ryeowook untuk duduk disana. Ibu Kyuhyun menyiapkan semangkuk nasi serta peralatan makan lengkap di atas meja, tepat di depan kursi kosong yang sejak tadi Kyuhyun siapkan untuk Ryeowook.

Masih dengan senyuman kikuknya, Ryeowook menggeleng sembari menggenggam jemarinya di depan tubuhnya. “terimakasih atas tawarannya, tapi maaf aku rasa aku harus pergi. Ada beberapa koran dan kotak susu yang belum aku antar,”

“duduklah Kim Ryeowook, lagipula hanya tinggal sedikit lagi. Bukan?” sergah Kyuhyun tak mau kalah.

Ryeowook terdiam, tak ada gunanya ia berbohong. Lagipula Kyuhyun sudah melihat koran dan juga barang bawaannya tadi. Anak itu tak akan percaya.

“Ayo duduklah,” pinta wanita satu-satunya yang ada di ruangan itu dengan ramah.

Begitupun petinggi JeHa yang tak lain adalah ayah dari Kyuhyun, ia mengangguk memberi isyarat memintanya mengikuti keinginan mereka bertiga yang kini berada di ruangan yang sama dengannya.

Awalnya Ryeowook edarkan pandangannya, melihat bagaimana mereka semua menatapnya dengan tatapan penuh harap. Tak ada keangkuhan disana, tidak seperti bagaimana orang-orang biasa menatapnya.

Menatap dirinya yang hanya seorang anak yatim piatu dengan keadaan yang serba kekurangan, tatapan merendahkan yang sudah jadi makanannya sehari-shari sejak lama.

Bukan hanya orang-orang sekitarnya yang selalu merendahkannya, teman dan bahkan kerabatnya juga enggan untuk hanya sekedar menyapa. Kadang ia tak paham, apa salahnya?

Kenapa semua orang memperlakukannya demikian?

“… Wook… Ryeowook… ”

Sebuah suara timbul tenggelam dalam pendengarannya. “iya?” jawabnya reflek setelah tersadar.

“ayo makan! Selagi nasinya hangat,” perintah Kyuhyun.

Ryewook mengangguk ragu, ia menyendok nasi hangat itu perlahan, memakannya dengan hati-hati sebelum akhirnya menyumpit beberapa lauk dengan sungkan.

Eomma menatap Ryeowook, ia tersenyum kecil. “jangan sungkan, ayo makan yang banyak…”

Kyuhyun menyumpit lauk dan menaruhnya di atas mangkuk Ryeowook. Mendapat begitu banyak perhatian dari keluarga kecil itu membuat jantung Ryeowook seolah bergemuruh. Tanpa terasa air mata Ryeowook mengalir di pipinya. Membuatnya terkejut dan juga semua orang yang ada di ruangan.

“kau menangis?” tanya Kyuhyun terkaget-kaget. Ia memiringkan kepalanya, mencoba menangkap pemandangan yang sejujurnya menoreh luka di hatinya.

Apakah sekesepian itu hidup seorang Kim Ryeowook? meski Ryeowook tak mengatakan apapun. Kyuhyun tahu apa yang di rasakan anak itu. Ia pasti teringat kedua orang tunya yang sudah berada di surga. Karena itulah ia membawanya masuk pagi ini, mempertemukannya dengan kedua orang tuanya.

Bukan untuk memamerkan keluarganya yang utuh, tapi ia ingin Ryeowook merasa nyaman di rumahnya, ia ingin bukan hanya sekedar menjadi rekan kerja namun Ryeowook bisa menjadi keluarganya. Dan tentunya bisa merasakan kebahagiaan sebuah keluarga yang sduah lama Ryeowook rindukan.

Ternyata bukan hanya Kyuhyun yang merasa terluka di hatinya melihat pemandangan Kim Ryeowook kecil yang tampak tangguh di luar, namun tak dapat di nyana lagi ia hanya lah anak kecil rapuh di dalam sana. Begitupun appa dan eomma pun terdiam sejenak, terhanyut dalam suasana pilu itu.

Tangis pelan seorang Kim Ryeowook perlahan menjadi isakan, hingga membuatnya hampir tersedak.

Dengan sigap eomma beranjak, menuangkan secangkir air putih di gelas dan mengangsurkannya pada Ryeowook. “minumlah Ryeowook-goon,” pinta eomma.

Appa pun tak kalah hawatir, dengan lekat ia menatap Ryeowook. “Gwenchana?” tanyanya.

Di Tengah tangisnya, Ryeowook mengangguk ia mengambil uluran secangkir air putih yang di berikan oleh Wanita yang berprofesi sebagai psikolog itu.

Ryeowook tak berbicara, setelah menenggak minumnya ia kembali melanjutkan makannya sambil sesekali mengusap air mata yang masih merembes di kedua belah pipi tirusnya.

Suasana canggung dan haru tak dapat terelakkan lagi menguar dalam ruangan makan keluarga Cho tersebut. Tetapi dengan ide polosnya tiba-tiba Kyuhyun menepuk tangannya keras.

“apakah masakan eomma seenak itu, hingga kau menangis di buatnya Kim Ryeowook?” seloroh Kyuhyun yang berhasil membuat eomma dan appa tersenyum. Begitupun Kim Ryeowook, ia mendongak dengan pipinya yang penuh makanan.

Seperti berang-berang lucu yang seringkali ia lihat di saluran TV Ketika kecil dulu. Gumam Kyuhyun dalam hati.

ne… sangat enak…” puji Ryeowook susah payah.

“sudah-sudah, Kyuhyun-ah. Jangan ajak Ryeowook-goon terus bicara! Ayo lanjutkan sarapan kalian,” itu suara appa. Mencoba menghentikan percakapan kedua remaja itu.

Ryeowook dan Kyuhyun Kembali melanjutkan sarapannya sambil sesekali di hiasi celotehan Kyuhyun yang mencoba menggoda Ryeowook tanpa Lelah.

Sementara kedua orang dewasa itu saling melempar pandang dan juga senyuman lembut penuh arti.

Ternyata benar, putra mereka tak salah memilih orang. Kim Ryeowook adalah orang yang tepat.

.

.

Sepasang kaki kurus itu bergerak-gerak tak karuan, sebentar ia duduk dan menggetarkan kakinya, beberapa menit kemudian ia berdiri dan berjalan mondar mandir kesana kemari dengan cemas.

Di depan mini market tempatnya dulu bekerja. Ya, itu dulu. Tepatnya dua hari yang lalu, ia datang kemari bertemu manager toko dan mengutarakan niatnya untuk berhenti bekerja. Pemilik toko mengijinkannya meski ia menyayangkan karena ia sudah bekerja disana untuk waktu yang cukup lama.

Namun semua ini demi mimpinya, demi janjinya juga pada Kyuhyun. Anak itu memintanya untuk fokus pada pelatihan setelah menanda tangani kontrak di rumah Kyuhyun akhir pekan lalu.

Betul sekali, setelah ia menyelesaikan pekerjaannya. Tuan Cho menjemput nenek dan adiknya lalu membawa mereka ke kediaman keluarga Cho untuk penanda tanganan kontrak. Karena ada beberapa klausa yang memang sedikit berbeda dengan kontrak yang lain dan juga karena usianya yang di bawah umur, nenek sebagai walinya harus berada disana. Ada juga beberapa orang dengan setelan jas rapi menyaksikan penanda tanganan kontrak itu.

Rasanya sungguh seperti mimpi, beberapa hari terakhir dadanya terus bergemuruh hebat. Hari inilah puncaknya. Telapak tangannya berkeringat tanpa henti sejak pagi, ia hampir tak percaya kini ia berstatus sebagai seorang trainee. Bahkan ia menjadi trainee di perusahaan besar sekelas JeHa.

Ini…

“Kim Ryeowook?”

Ia yang di panggil tersadar dari lamunannya, tubuhnya mematung tengan bola matanya yang terbuka lebar.

“Choi Siwon?”

Keduanya saling menunjuk.

Sementara seorang lagi diantara keduanya hanya tersenyum penuh arti, ternyata informasi dari informan nya benar-benar akurat. Melihat reaksi Siwon dan Ryeowook Ketika bertemu ia tahu rumor itu benar adanya. Bahwa keduanya memiliki hubungan dan terikat, bukannya sebagai teman satu sekolah belaka tapi ada sesuatu di antara keduanya. Sebuah ikatan menarik yang bisa menjadi daya tarik.

Ia mengeluarkan ponselnya, mengetik sebuah pesan teks yang ia kirimkan pada seseorang dengan nama “labu Hyung” di kontaknya. Setelahnya ia melompat menghampiri kedua remaja di hadapannya itu.

“cha! Cha!! Ayo kita ke JeHa!” serunya sembari menarik kedua remaja yang saling menunjuk itu dalam dekapan tangannya.

.

.

“Sungmin Hyung, kau mendengarku?” terdengar suara dari ujung sambungan sana.

Ia terkesiap sejenak sebelum akhirnya menempelken ponselnya Kembali pada telinga. Melanjutkan panggilan yang tadi sempat terhenti karena ada sebuah pesan masuk di ponselnya. “ya Changmin-ah, tentu… barusan Kyuhyun mengirimku pesan,”

“apa katanya?”

“dia bilang Kim Ryeowook dan Choi Siwon sudah bertemu,” balasnya sambil menatap tanah yang ia pijaki, memainkan debu berterbangan di bawah sepatunya.

“begitu ya… Hyung sendiri bagaimana?” tanya Changmin tiba-tiba.

Sungmin hanya menghela napas kecil, senyuman miris terukir di bibir plumnya. “kenapa?” jawabnya balas bertanya singkat.

“baik-baik saja?”

Terdengar nada hawatir dari kalimat pendek yang Changmin lontarkan. Meski tak terlihat, namun perasaan Changmin tergambar jelas dalam untaian katanya.

“tentu… tentu Changmin-ah…” ujar Sungmin.

baiklah hyung, jika ada apa-apa hubungi aku hyung…

“pasti Changmin-ah.”

Sambungan telepon singkat antara Sungmin dan Changmin pun berakhir.

Perlahan Sungmin menatap layar ponselnya, ada potret dua orang pria disana. Salah satunya tampak berusia remaja dan yang lainnya seorang anak kecil kisaran usia tujuh atau delapan tahun. Keduanya tersenyum amat cerah, tergambar jelas kebahagiaan dalam ekspresi mereka.

Tanpa terasa seulas senyum kecil terlukis, kenangan bahagia dua orang dalam latar layar ponselnya menyeruak dalam benaknya. Mereka berdua, yang salah satunya adalah dirinya. Dan yang lainnya…

“hyung…” gumam Sungmin lirih. Ia dongakkan kepalanya mencoba menghalau air mata yang entah sejak kapan mulai menggenang di kedua belah mata cantiknya.

Jakunnya bergerak turun naik dalam posisi mendongak itu, susah payah ia telan salivanya. Tidak! Ia tak boleh runtuh, ia harus bertahan!

Namun batinnya terus bergejolak, rasa rindu yang amat sangat membuat dadanya sesak.

Senyuman orang itu… ia yang ada dalam potret itu… kakaknya satu-satunya…

“maafkan aku hyung…”

.

.

Suara musik berdebum keras di dalam ruangan kedap suara itu, enam orang pria muda dengan semangat membara untuk meraih mimpi menari dengan penuh semangat. Kaki mereka menghentak lantai seirama, menciptakan harmoni penuh gairah masa muda.

Peluh bercucuran membasahi pakaian yang mereka kenakan, bahkan dua diantaranya menari dengan menanggalkan pakaian atas dan hanya menyisakan celana training yang sudah menjadi busana wajib untuk mereka gunakan setiap harinya.

Sementara ada seseorang yang berdiri di sudut ruangan dengan sebuah buku catatan di tangannya, ia mencatat beberapa hal dengan wajah serius tanpa di buat-buat. Sepasang mata elangnya fokus menatap ke enam orang yang tengah menari di ruangan itu.

‘Drrttt… Drrttt…’

Getaran berulang terasa di saku celananya yang ternyata berasal dari ponselnya, ia menghentikan sejenak kegiatannya mencatat perkembangan tarian ke enam orang yang merupakan trainee di perusahaan tempatnya bekerja -atau mungkin bermain- . ia meraih ponsel nya dan menatap layarnya dengan seksama, senyuman merekah di bibir pucatnya ketika membaca isi pesan itu. Matanya melebar dengan penuh semangat saat di lihatnya beberapa foto terlampir disana.

Ia hubungi no telepon yang baru saja memberinya kabar baik tersebut, melangkah keluar mencari tempat yang lebih sunyi untuk berbicara dengan seseorang di ujung sambungan sana.

Hyung?” sapanya setelah berada di balik pintu ruangan tempat para trainee berlatih menari.

“Ne, kau sudah melihat foto yang ku kirimkan?”

“sudah, Hyung!”

“bagaimana Kyuhyun-ah? Kau menyukainya? Jaraknya sangat dekat dengan gedung kita, fasilitasnya memadai dan tingkat keamanannya juga baik, harganya memang lebih mahal karena luasnya berbeda dengan apartemen yang biasa kita sewa, tapi aku pikir itu sepadan…” ujar seseorang di ujung sambungan.

Kyuhyun mengangguk dengan semangat, lupa bahwa itu hanya sambungan telepon yang tentu saja lawan bicaranya tak akan bisa melihatnya.

“aku suka hyung! Aku percaya pada pilihanmu,” katanya berseru.

“baiklah kalau begitu, deal?”

“deal!!”

“jadi kapan kalian akan pindah?”

“segera hyung, mereka harus segera tinggal bersama agar bonding tercipta dengan baik, bukan?”

“kau benar, jika sudah siap kabari aku Kyu…”

Ne, hyung!”

Dan sambungan antara keduanyapun terputus. Kyuhyun menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya Kembali. Melangkahkan kakinya menuju ruangan tempat enam orang calon mimpinya itu sedang menari.

Suara musik sudah tak terdengar lagi, tertangkap dalam pandangannya beberapa dari mereka sedang berbaring di lantai, yang lainnya duduk bersadar sambil menselonjorkan sepasang kakinya dan sisanya tengah berdiskusi entah apa yang mereka bicarakan.

“Kyu? Ku pikir kau pergi kemana…” sapa seseorang sambil berjalan mendekati Kyuhyun.

Tangan Kyuhyun terangkat, ibu jarinya menunjuk arah pintu. “aku habis menerima telepon di luar,” katanya singkat. “jadi bagaimana menurutmu, Jungsoo hyung?” lanjutnya bertanya.

“lebih baik dari dugaanku,” kata Leeteuk dengan satu tangannya mengusap peluh yang berjatuhan di dahinya.

Leeteuk mengedarkan pandangannya pada seisi ruangan, menatap mereka yang masih sibuk mengatur napasnya setelah berlatih menari selama tiga jam penuh dan lalu pandangannya berhenti pada satu orang yang masih menari walau tanpa di iringi alunan musik, “aku rasa kau juga melihatnya,”

Kyuhyun tersenyum kecil, ia mengangguk membenarkan. “perkembangannya pesat bukan? Dalam satu bulan jika perkembangannya terus seperti ini. Ia akan menjadi nomor satu dalam hal menari…”

Leeteuk mengangguk setuju, “sekarangpun kemampuannya sudah sangat mumpuni untuk menjadi seorang main dancer, ia hanya kurang dalam jam terbang saja…”

“kau benar hyung, tolong terus perhatikan dia…”

“tentu, tanpa kau mintapun aku akan melakukannya Kyu. Mereka adik-adik ku disini…”

Senyuman merekah di bibir Kyuhyun mendengar penuturan Leeteuk, memang benar ia tak salah pilih. Leeteuk akan menjadi pelindung mereka semua, meski mungkin nanti sesekali ia akan melakukan kesalahan itu tak masalah. Karena ia tak akan pernah menuntut sebuah kesempurnaan.

Leeteuk yang seperti ini sudah lebih dari cukup baginya.

.

.

To Be Continued

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.